BUDAYA KORUPSI KOLUSI DAN NEPOTISME (KKN)

menilik suatu yang pelik
oleh: Mhd Munirul Ikhwan


Setiap urusan yang dikerjakan oleh ahlinya pastilah akan berhasil baik. Begitu sebaliknya, jika urusan itu dikerjakan oleh orang yang bukan ahlinya, atau orang yang tak punya kemampuan tentang itu, pastilah akan membuahkan hasil yang tak baik pula.
            Jika kita menilik ke dunia kerja atau dunia birokrasi dinegara ini, kita akan menemukan beberapa masalah yang pelik. Kenapa pelik? Ya karena banyak urusan-urusan yang ditangani oleh orang yang bukan ahli dibidang itu. Mengapa hal itu bisa terjadi?
Penyebab pertama yaitu orang yang berwenang menyerahkan urusan itu menganut MAZHAB NEPOTISME.
Nepotisme berarti kecendrungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak saudara sendiri terutama di jabatan, pangkat dilingkungan pemerintah. (KBBI, 1988:613). Mungkin mazhab nepotisme ini sudah ada sejak berabad-abad yang lalu. Entah siapa imamnya penulis pun tidak tahu, yang jelas Mazhab Nepotisme itu banyak pengikutnya.
Mazhab ini mengajarkan bahwa untuk menyerahkan urusan (yang menguntungkan tentunya) harus mengutamakan sanak saudara. Tidak harus melihat apakah sanak saudara itu memiliki skill atau kemampuan dibidang tersebut. Seandainya sanak saudara tersebut memang memiliki kemampuan dibidang itu, itu pun hanya kebetulan, .karena proses penyerahan urusan atau rekrutnya tidak sesuai dengan jalur yang telah ditetapkan. Biasanya menggunakan jalur istimewa.
Selain itu mazhab nepotisme ini berpandangan bahwa skill atau keahlian kerja bisa didapat seiring dengan pelaksanaan kerja. Artinya orang yang tidak memiliki keahlian atau skill akan menjadi ahli apabila telah terjun ke dunia kerja tersebut. Mungkin hal itu bisa terjadi namun memakan proses yang panjang, sepanjang ia bekerja menyelesaikan urusan itu karena ia tidak memiliki ilmu dalam menjalankan/mengerjakan urusan tersebut.
Biasanya orang-orang yang tidak memiliki keahlian tersebut, yang di rekrut melalui jalur istimewa, ia akan berleha-leha karena mungkin ia merasa jabatan yang ia miliki pun istimewa. Hanya orang-orang tertentu yang berani menegurnya jika ia tak produktif dalam bekerja. Sehingga timbul ungkapan pekerja nongkrong diwarung kopi saat jam kerja. Sepertinya ungkapan itu tidak hanya sekedar isu belaka, namun ungkapan itu diutarakan atas landasan realita yang terjadi di negeri ini. Jam kerja yang seharusnya digunakan untuk melayani urusan publik, habis bersamaan dengan habisnya secangkir kopi dan beberapa batang rokok dikedai kopi.
Urusan yang diserahkan dengan cara ini tentu akan berdampak negatif dalam dunia kerja. Kinerja yang dihasilkan oleh orang yang mendapat kedudukan seperti ini amatlah jelek tentunya, karena ia tidak memiliki keahlian dalam menyelesaikan urusan yang ia tangani.
Penyebab kedua yaitu masih berlakunya hukum suap
Kata suap bisa berarti memasukan sesuatu kemulut dengan menggunakan tangan atau sendok. Namun suap yang dimaksudkan disini bukanlah yang demikian. Suap disini berarti memberi suatu imbalan tertentu kepada sesorang maupun kelompok untuk memperoleh posisi tertentu. Besarnya angka suap tentu melihat  prestise posisi yang akan ditempati. Jika prestisenya tinggi maka tinggi pula angka suap yang diberikan. Bahkan yang lebih pelik lagi adanya tawar-menawar dalam dunia persuapan. Jika cocok maka jadilah sesuatu itu.
Masih tergiurnya oknum tertentu dengan yang namanya suap merupakan penyebab utama mengapa suap  itu terjadi. Entah karena oknum itu dahulunya memperoleh jabatan pun dengan menyuap atau karena memang oknum tersebut tak tahu norma, baik norma agama maupun norma hukum. Undang-undang jelas melarang hal itu dengan diterbitkannya Undang-Undang Anti Korupsi. Apalagi agama, di dalam syariat jelas dinyatakan bahwa suap itu haram. Baik yang menyuap maupun yang disuap akan diganjar dengan neraka (tempat penderitaan tida ahir yang berada diakherat kelak).
Jabatan atau posisi yang diperoleh melalui jalan ini bisa dikatakan banyak terjadi di indonesia. Terbukti ahir-ahir ini banyak kasus-kasus suap bernilai besar yang berahir dimeja hijau karena terdeteksi oleh KPK, bahkan ada yang tertangkap basah, artinya tertangkap saat bertransaksi. Khalayak pun seolah sudah tak heran ketika menonton kasus-kasus itu saat ditayangkan ditelevisi. Masyarakat awam yang tak begitu tahu tentang hukum pun bisa berdebat saat berbual tentang tokoh suap sekian milyar, kasus suap ini dan itu, posisi ini dan itu. Itu baru yang bernilai besar dan menangani urusan besar, bagaimana kasuus suap yang sedikit lebih kecil dengan urusan yang kecil juga, mungkin penegak hukum tak mampu menditeksi karena sangat banyaknya terjadi atau karena dianggap tak perlu diditeksi. Entahlah, yang jelas memang belum ada alat canggih untuk membantu penegak hukum dalam mendeteksi urusan tersebut.
Orang yang memperoleh posisi dengan menyuap ini akan cendrung berorientasi mencari keuntungan. Minimal ia akan berusaha mengembalikan modalnya karena modal yang digunakan untuk menyuap takkan terbayar dengan berkali-kali gajian. Rugi donk kalau tak balik modal. 
Jalan untuk menggembalikan modal biasanya ditempuh dengan cara yang tidak direstui hukum dan tidak diridoi tuhan tentunya. Umumnya cara ini disebut korupsi. Nah, Jika awal tidak baik, tujuan kerja tidak baik, bagaimana dengan kinerjanya? Mungkin sebaiknya kita bertanya kepada rumput yang bergoyang.
Penyebab ketiga yaitu tak adanya tenaga ahli di bidang itu.
            Minusnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang ahli dibidang tertentu, mungkin suatu yang alamiah di Indonesia. Melihat alam penidikan keahlian di indonesia sendiri belum begitu memadai untuk menelurkan tenaga ahli menangani semua urusan kerja/birokrasi. Atau ahli yang dibutuhkan tidak mencukupi permintaan dunia kerja.
            Karena tenaga ahli yang dibutuhkan tidak ada, maka urusan pun diserahkan dengan orang yang sedikit mengerti tentang urusan itu, nyerempet-yerempet jadilah. Hal ini juga menjadi penebab tidak optimalnya kinerja yang dihasilkan. Karena keahliannya nyerempet-nyerempet maka hasilnyapun nyerempet-nyerempet pula.
Kiranya itulah penyebab kenapa urusan tidak diserahkan pada yang ahli dibudang itu. Hal tersebut tentu harus dihindari atau dicegah melihat ancaman atas sesuatu urusan yang dikerjakan oleh yang bukan ahlinya sangat mengerikan. Hal ini disabdakan oleh sang baginda nabi Muhammad Saw. yang diriwyatkan oleh Imam Bukhari yaitu “Apabila suatu perkara atau urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” . Hanya kata Nauzubillahhi min dzalik dari rakyat yang mengingnkan eksistensi bangsa ini. Jika proklamator dan pejuang kemerdekaan negara ini bisa berkata, mungkin iakan berkata “cucuku mengapa kamu serahkan urusan kepada orang yang bukan ahlinya, betapa akan hancurnya bangsa ini, kami berjuang bersimbah darah, mempertaruhkan nyawa dan meningggalkan keluarga agar bangsa ini bisa eksis, eksis hingga kiamat melanda dunia”.
Bangsa ini bangsa yang besar, dengan jumlah penduduk yang besar, sumberdaya alamnya pun berlimpah pula. Saat urusan mengelola bangsa ini tidak diserahkan kepada ahlinya maka bangsa ini hanya menunggu kehancurannya jika tidak dilakukan usaha untuk memperbaikinya. Negara ini harus menyerahkan semua urusan kepada orang yang ahli di bidangnya agar tetap eksis. Solusi yang bisa dilalui yaitu dengan cara memberantas penyebab-penyebab mengapa hal itu terjadi. Bagaimana caranya? Cara yang harus dilakukan adalah dengan menegakkan keadilan.
Adil adalah menempatkan sesuatu pada tempatnya lawan katanya adalah dzalim. Dzalim adalah menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya. Jika suatu sudah ditempatkan pada tempatnya maka yang akan terjadi ialah kejayaan, namun jika suatu tidak ditempatkan pada tempatnya maka yang akan terjadi adalah kehancuran. Menyerahkan urusan pada yang ahlinya itu adalah adil. Menyerahkan urusan karena dasar nepotisme dan menerima suap, itu adalah dzalim.
Mungkin ada yang mengatakan bahwa tegaknya keadilan di negeri yang karut-marut ini hanyalah mimpi.  Ya itu memang mimpi, namun impian itu pasti akan terwujud. Tidakkah semua yang yang dahsyat yang kita saksikan saaat ini berawal dari sebuah mimpi. Pejuang kemerdekaan Indonesia dahulu mungkin hanya bermimpi untuk meraih kemerdekaan. Melihat mesin-mesin canggih penjajah, maryam dan persenjataan yang lengakap yang siap menghabisi nyawa, hanya di lawan dengan sebilah bambu runcing, kemerdekaan benar-benar mimpi. Namun dengan tekad dan keyakinan, kita saksikan saat ini Indonesia telah merdeka berkat perjuangannya. Mimpi yang menjadi kenyataan, benar-benar nyata.
            Keadialan harus ditegakkan, karena kunci dari eksisnya suatu bangsa atau negara adalah dengan tegaknya keadilah. Hal ini sesuai dengan pendapat Al-Mawardi, tokoh politik Islam paling terkemuka di zamannya, Ia mengatakan bahwa negara akan eksis  bersama keadilan dan tidak eksis bersama kedzaliman (Adab Ad-Dunya, 142).***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar